Hati-hati Sering ghibah, Begini Hukumnya Dalam Islam ghibah artinya membicarakan kejelekan orang, dimana disaat kita membicarakan kejelekan orang otomatis hati kita ada rasa benci kepada orang yang kita bicarakan tersebut.. sebagai umat muslim kita tidak diperbolehkan untuk ghibah ataupun mendengarkan ghibah. Islam mengajarkan begitu detail masalah di dunia agar semuanya ada batas-batasnya. Sebenarnya apa itu ghibah? Berikut penjelasannya .
Ghibah merupakan salah satu dari dosa besar. Tetapi kita perlu memahami artinya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘ anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tahukah engkau apa itu ghibah?” Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Ia berkata, “Engkau menyebutkan kejelekan saudaramu yang ia tidak suka untuk didengarkan orang lain.” Beliau ditanya, “Bagaimana jika yang disebutkan sesuai kenyataan?” Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika sesuai kenyataan berarti engkau telah mengghibah nya. Jika tidak sesuai, berarti engkau telah memfitnahnya.” (HR. Muslim no. 2589).
Ghibah menurut Imam Nawawi adalah menyebutkan kejelekan orang lain disat orang tersebut tidak ada di tempat.( Syarh Shahih Muslim 16: 129)
Dosa ghibah disebutkan di dalam firman Allah Subhanahu wa ta’ala berikut ini:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang. Jangan pula menggunjing satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Hujurat: 12)
Asy Syaukani rahimahullah dalam kitab tafsirnya mengatakan, “Allah Ta’ala memisalkan ghibah (menggunjing orang lain) dengan memakan bangkai seseorang. Karena bangkai sama sekali tidak mengetahui siapa yang memakan dagingnya. Ini sama halnya dengan orang yang hidup juga tidak mengetahui siapa yang menggunjing dirinya. Demikianlah keterangan dari Az Zujaj.” (Fathul Qadir, 5: 87)
Asy Syaukani rahimahullah kembali menjelaskan, “Dalam ayat di atas terkandung isyarat bahwa kehormatan manusia itu sebagaimana dagingnya. Jika daging manusia saja diharamkan untuk dimakan, begitu pula dengan kehormatannya dilarang untuk dilanggar. Ayat ini menjelaskan agar setiap muslim menjauhi perbuatan ghibah. Ayat ini menjelaskan bahwa ghibah adalah perbuatan yang teramat jelek. Begitu tercelanya pula orang yang melakukan ghibah.”
Qatadah rahimahullah berkata, “Sebagaimana engkau tidak suka jika mendapati saudaramu dalam keadaan mayat penuh ulat. Engkau tidak suka untuk memakan bangkai semacam itu. Maka sudah sepantasnya engkau tidak menggibahinya ketika ia masih dalam keadaan hidup.” (Lihat Jami’ul Bayan ‘an Ta’wili Ayil Qur’an, 26: 169).
Hadits dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu anhu, beliau mengatakan “Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
Artinya: “Siapa yang pernah menzalimi saudaranya berupa menodai kehormatan atau mengambil sesuatu yang menjadi miliknya, hendaknya ia meminta kehalalannya dari kezaliman tersebut hari ini. Sebelum tiba hari kiamat yang tidak akan bermanfaat lagi dinar dan dirham. Pada saat itu bila ia mempunyai amal shalih maka akan diambil seukuran kezaliman yang ia perbuat. Bila tidak memiliki amal kebaikan, maka keburukan saudaranya akan diambil kemudian dibebankan kepadanya.” (HR. Bukhari no. 2449)
Dari hadits diatas para imam Mazhab dari Abu hanifah, Imam Syafi’I, imam malik dan riwayat dari imam ahmad (ketika membahas permasalahan qadzaf (tuduhan palsu); apakah diharuskan menceritakan tuduhannya kepada orang yang telah dituduh, dalam rangka meminta kehalalannya, atau tidak perlu diceritakan) Mengambil kesimpulan kalau Ghibah adalah dosa yang berkaitan dengan hak manusia. Maka dari itu dosa ghibah tidak cukup hanya meminta ampun kepada Allah Subhanahu wata’ala , tetapi perlu meminta ampun/maaf juga kepada orang yang telah dighibahi dan meminta kehalalan dari orang tersebut.