Hukum Qurban dari kalangan ulama jumhur berpendapat sunnah yang dianjurkan, adapun dalil yang mendukung pendapat dari jumhur para ulama adalah hadits dari Ummu Salamah , nabi Shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“ Jika telah masuk 10 hari pertama dari Dzulhijjah dan salah seorang di antara kalian berkeinginan untuk berqurban, maka janganlah ia menyentuh (memotong) rambut kepala dan rambut badannya (diartikan oleh sebagian ulama: kuku) sedikit pun juga.” (HR. Muslim).
Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini adalah dalil bahwasanya hukum udhiyah tidaklah wajib karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian ingin menyembelih qurban …”. Seandainya menyembelih udhiyah itu wajib, beliau akan bersabda, “Janganlah memotong rambut badannya hingga ia berqurban (tanpa didahului dengan kata-kata: Jika kalian ingin …, pen)”.” (Disebutkan oleh Al Baihaqi dalam Al Kubro).
Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Aku pernah melihat Abu Bakr dan ‘Umar tidak berkurban.” (HR. Abdur Rozaq). Ibnu Juraij berkata bahwa beliau berkata kepada ‘Atho’, “Apakah menyembelih qurban itu wajib bagi manusia?” Ia menjawab, “Tidak. Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berqurban.” (HR. Abdur Rozaq)
HUKUM QURBAN ATAS NAMA HAMBA ALLAH
ketika penyembelihan hewan kurban secara umum dilakukan bersama –sama di masjid atau mushola dan ada juga kelompok tertentu. Ketika panitia atau wakil menyembelih hewan kurban, secara umum menyebutkan nama seseorang yang berkurban terlebih dahulu sebelum disembelih.
Namun ada juga mereka tidak membaca nama-nama orang yang berqurbaN . ketika akan menyembelih hewan qurban orang lain.. menyebut dan membaca nama-nama orang yang melakukan kurban tidaklah diwajibkan . kurban tetap dinilai sah walaupun wakil atau panitia tidak menyebutkan nama orang yang berkurban. Tetapi proses penyembelihan harus sesuai dengan Syariat.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah menyebutkan keluarga dan umatnya disaat melakukan kurban. Tetapi hal tersebut bukan menjadi kewajiban.
Dalam kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, Syaikh Wahbah Al-Zuhaili menjelaskan masalah ini sebagai berikut;
Dan tidak wajib bagi wakil ketika menyembelih mengucapkan ‘dari seseorang’, karena niat telah mencukupinya. Namun jika wakil menyebut nama orang yang berkurban, maka hal itu baik. Ini karena Nabi Saw ketika beliau berkurban, beliau berkata; Ya Allah, terimalah dari Muhammad, dari keluarga Muhammad dan umat Muhammad, kemudian beliau menyembelih. Hasan berkata; Dengan menyebut nama Allah, Allah Maha Besar, ini dariMu dan untukMu, maka terimalah dari fulan.
NIAT QURBAN UNTUK MAYIT
Terdapat selisih pendapat dalam masalah ke sahan qurban untuk yang sudah meninggal kalau tidak karena waris.
Dalam madzhab Syafi’i, qurbannya tidak sah kecuali jika ada wasiat dari mayit. Imam Nawawi rahimahullah berkata dalam Al Minhaj, “Tidak sah qurban untuk orang lain selain dengan izinnya. Tidak sah pula qurban untuk mayit jika ia tidak memberi wasiat untuk kurban tersebut.”
Yang masih dibolehkan adalah berqurban untuk mayit namun sebagai ikutan. Misalnya seseorang berqurban untuk dirinya dan keluarganya termasuk yang masih hidup atau yang telah meninggal dunia. Dasarnya adalah karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berqurban untuk dirinya dan keluarganya, termasuk di dalamnya yang telah meninggal dunia. (Lihat Talkhish Kitab Ahkamul Udhiyyah wadz Dzakaah, Syaikh Ibnu Utsaimin, hal. 12-13)
Begitulah pembahasan Hukum Qurban Atas Nama Hamba Allah Saat Idul adha. Semoga bermanfaat