Hukum Kredit dalam Islam

  • 29 March 2021
  • Admin

Hukum Kredit dalam Islam. Perlu kita ketahui definisi kredit  adalah suatu metode pembayaran barang atau hutang yang dalam transaksi nya dengan dicicil  dengan waktu yang sudah disepakati bersama antara penjual dan juga pembeli.  Umumnya pembelian barang secara kredit akan dijual lebih mahal dibanding dengan pembelian dengan  pembayaran Tunai.

Contoh nya  disaat kita membeli televisi dengan harga Rp.1 juta .  dengan pembayaran kredit  perbulannya 100 ribu dengan waktu  selama satu tahun, jadi harga televisi kalau membayar kredit bisa menjadi Rp.1,2 juta. Tetapi jika kita membayar secara tunai atau kontan maka harga televisi tersebut  tetap harga nya Rp.1 juta.

Hukum Kredit  menurut pandangan dalam islam ‘Diperbolehkan’  pernyataan ini menurut Uama Syafiiyah,hanafiyah, AL-Muayyid billah , dan juga mayoritas Ulama lainnya memiliki pendapat yang sama. Yang memiliki dasar dalam beberapa hal berikut ini:

1.Tidak ada dalil yang shahih yang menyebutkan kalau Kredit Itu Haram
karena tidak ada dalil shahih yang mengharamkan kredit maka para ulama merujuk dengan kaidah ushul fiqih yang mengatakan kalau saja “ Asal dari hukum sesuatu adalah mubah (boleh). Sampai ada hukum yang mengharamkan atau memakruhkannya.”

2.Dalil Alquran yang membolehkan Utang Piutang
Dalam jual beli kredit sama dengan transaksi utang piutang . dimana Allah Ta’ala telah membolehkan hukum dalam berhutang selama tidak ada penambahan bunga. Yang dijelaskan dalam firman allah subhanahu wa ta’ala dalam surat  Al-Baqarah ayat 282:

“Hai orang-orang yang beriman. Apabila kamu berhutang dalam waktu yang ditentukan hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskan dengan benar. Maka jangan lah penulis menolak menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya. Dan hendaklah orang yang berhutang itu mendiktekan . Dan hendak lah ia bertaqwa kepada Allah , Tuhannya dan janganlah ia mengurangi sedikitpun dari padanya.

Jika orang yang berhutang itu lemah akal nya ( keadaannya) atau tidak mampu mendiktekan sendiri maka hendaklah walinya mendiktekannya dengan benar. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki di antara kamu. Jika tidak ada maka boleh seorang laki-laki dan dua orang perempuan dan orang-orang  yang kamu sukai di antara mereka . Agar  jika seorang lupa maka yang lain lagi mengingat kan. Dan janganlah saksi itu menolak jika dipanggil. Dan janganlah kamu bosan menuliskannnya untuk waktunya baik hutang itu besar atau kecil. Yang demikian itu lebih adil disisi Allah. Lebih dapat menguatkan persaksian , dan lebih mendekatkan kamu kepada ketidak raguan.

( Tulislag muámalahmu itu) , kecuali jika muamalah itu perdagangan  tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak menulisnya. Dan ambil lah apabila kamu berjual beli , dan janganlah penulis dan saksi dipersulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertaqwalah kepada Allah , Allah memberikan pengajaran kepadamu, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” ( QS: Al-Baqarah:282)

3. Terdapat Hadist shahih kalau Rasul Pernah Berhutang
Transaksi jual beli dengan kredit diperbolehkan  karena mengacu dengan hadist shahih yang menjelaskan  kalau Nabi Muhammad shallallahu ‘Alaihi ‘Wasallam pernah membeli makanan dengan cara berhutang.

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan bahwa “ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membeli sebagian bahan makanan dari seorang yahudi dengan pembayaran di hutang dan beliau juga menggdaikan perisai kepadanya.” ( HR. Bukhari dan Muslim).

Kita juga perlu mengetahui kalau saja dalam mengharamkan sesuatu hukum tanpa dalil yang kuat  tidak diperbolehkan . itu sama saja dengan kita menghalalkan perkara  yang haram.