Hukum Membakar Buhur Dalam Islam

  • 09 February 2022
  • Admin

Hukum Membakar Buhur dalam islam. Sebelum Kita membahas tentang hukum membakar buhur , perlu kita ketahui apa itu buhur? Buhur adalah sejenis dupa yang memiliki aroma atau campuran ramuan tradisional alami,  terutama dari kepingan kayu gaharu(Oudh adalah bahasa arab untuk kayu gaharu) yang direndam  bersama  minyak wangi dan dicampur dengan bahan-bahan alami yang lainnya contohnya Resin,Ambergris,Minyak Misik, Kayu cendana dan juga minyak Esensial. 

Di arab membakar wangi-wangian buhur  merupakan suatu kebiasaan di Masjidil Haram ataupun di masjid nabawi. Membakar wewangian adalah salah satu sunnah Nabi Yang telah dilupakan.

Di negara kita indonesia,  masyarakat kita  kalau sudah mencium bau kemenyan  langsung mengambil kesimpulan kalau ada pemanggilan roh, dan ada juga sebagian beranggapan hanya sebagai pengharum ruangan. Dan ada juga yang masih merasa terganggu dengan bau kemenyan atau buhur.

Apakah Hukum Membakar Buhur di dalam islam?

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam  beliau sangat menyukai wangi-wangian, baik minyak wangi, bunga-bungaan atau pembakaran dupa.  Perbuatan ini  telah turun temurun  diwariskan kepada sahabat dan tabi’in .  membuat ruangan menjadi harum dengan membakar kemenyan ,dupa  dan kayu gaharu  yang bisa membuat ketenangan di dalam ruangan rumah merupakan hal yang baik . sampai sekarang  di sekitar Masjid Nabawi dan juga Masjidil Haram banyak para pedagang yang menjual minyak wangi dan juga kayu gaharu dan dupa-dupaan.

"Membakar dupa atau kemenyan ketika berzikir kepada Allah dan sebagainya seperti membaca Al Qur'an atau di majlis-majlis ilmu, mempunyai dasar dalil dari Al-Hadits yaitu dilihat dari sudut pandang bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad SAW menyukai bau wangi dan menyukai minyak wangi dan beliau pun sering memakainya." (Lihat Kitab Bulghat ath-Thullab halaman 53-54).

Sahabat-sahabat kita (dari Imam Syafi'i) berkata: "Sesungguhnya disunnahkan membakar dupa di dekat mayat karena terkadang ada sesuatu yang muncul maka bau kemenyan tersebut bisa mengalahkan/menghalanginya." (Al-Majmu' Syarh Muhadzdzab juz 5 halaman 160)

Apabila Ibnu Umar beristijmar (membakar dupa) maka beliau beristijmar dengan uluwah yang tidak ada campurannya, dan dengan kafur yang dicampur dengan uluwah, kemudian beliau berkata: "Seperti inilah Rasulullah SAW beristijmar" (HR. An-Nasa'i No 5152)

Al-Imam Nawawi mensyarahi hadits ini sebagai berikut: "Yang dimaksud dengan istijmar disini ialah memakai wewangian dan ber bukhur "berdua" dengannya. Lafadz istijmar itu diambil dari kalimat Al Majmar yang bermakna al bukhur "dupa" adapun Uluwah itu menurut Al Ashmu'i dan Abu Ubaid dan seluruh pakar bahasa Arab bermakna kayu dupa yang dibuat dupa. (Syarh Nawawi ala Muslim: 15/10).

Imam Nawawi pensyarah hadits ulungini menambahkan komentarnya  tentang hadis ini: "Dan sangat kuat kesunnahan memakai wewangian (termasuk istijmar) bagi laki-laki pada hari Jumat dan hari raya, dan saat menghadiri perkumpulan kaum muslimin dan majlis dzikir juga majlis ilmu.” (Syarah Nawawi ala Muslim: 15/10)

"Membakar dupa atau kemenyan ketika berzikir kepada Allah dan sebagainya seperti membaca Al Qur'an atau di majlis-majlis ilmu, mempunyai dasar dalil dari Al-Hadits yaitu dilihat dari sudut pandang bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad SAW menyukai bau wangi dan menyukai minyak wangi dan beliau pun sering memakainya." (Bulghat ath-Thullab halaman 53-54).

Dengan penjelasan diatas maka  membakar kemenyan atau buhur  kalau dipakai  untuk tujuan berbuat syirik Maka Hukum Membakar Buhur  “HARAM”.  Tetapi kalau hanya sebagai wewangian untuk di dalam ruangan rumah dan sekitarnya  maka hukumnya  “MUBAH”