Hukum Memelihara anjing bagi Umat islam dari kalangan ulama mayoritas telah sepakat kalau tidak diperbolehkan memanfaatkan Anjing terkecuali ada suatu maksud tertentu yang dimana terdapat hajat di dalamnya contohnya anjing dimanfaatkan untuk berburu dan juga memanfaatkan anjing sebagai penjaga dan lain sebagainya asalkan tidak terlarang oleh islam.
Dari para ulama malikiyah memberikan pendapat kalau dilarang (Makruh)Memanfaatkan hewan anjing selain untuk menjaga tanaman. Hewan ternak dan untuk menjadi anjing buruan. Ulama Malikiyah ada sebagian yang memberikan pendapat dibolehkannya memelihara anjing selain yang sudah disebutkan tadi ( Al Mawsu’ ah al fiqhiyyah, 25/124)
Untuk memastikan kalau umat islam dilarang memelihara anjing, berikut hadits dari abu Hurairah , dari nabi Shallallahu ‘ alaihi wa sallam , beliau bersabda.
Artinya: “Barangsiapa memanfaatkan anjing selain anjing untuk menjaga hewan ternak, anjing (pintar) untuk berburu, atau anjing yang disuruh menjaga tanaman, maka setiap hari pahalanya akan berkurang sebesar satu qirath” (HR. Muslim no. 1575). Kata Ath Thibiy, ukuran qiroth adalah semisal gunung Uhud (Fathul Bari, 3/149).
Dari Ibnu ‘ Umar, dari Nabi Shallallahu ‘ alaihi wa sallam, Bersabda:
Artinya: “Barangsiapa memanfaatkan anjing, bukan untuk maksud menjaga hewan ternak atau bukan maksud dilatih sebagai anjing untuk berburu, maka setiap hari pahala amalannya berkurang sebesar dua qirath.” (HR. Bukhari no. 5480 dan Muslim no. 1574)
Dari dua hadis di atas bahwa untuk memelihara anjing yang dibolehkan oleh islam ada tiga tujuan yaitu memelihara anjing yang tujuannya digunakan untuk berburu, menjaga hewan ternak dan untuk menjaga tanaman. Lalu ada pertanyaan bagaimana selain ketiga yang dimaksud diatas apakah boleh memelihara anjing, contohnya memelihara anjing dengan tujuan untuk menjaga rumah?
Dari Ibnu Qudamah rahimahullah Mengatakan:
“Tidak boleh untuk maksud itu (anjing digunakan untuk menjaga rumah dari pencurian) menurut pendapat yang kuat berdasarkan maksud hadits (tentang larangan memelihara anjing). Dan memang ada pula ulama yang memahami bolehnya, yaitu pendapat ulama Syafi’iyah (bukan pendapat Imam Asy Syafi’i, pen). Karena ulama Syafi’iyah menyatakan anjing dengan maksud menjaga rumah termasuk dalam tiga maksud yang dibolehkan, mereka simpulkan dengan cara qiyas (menganalogikan). Namun pendapat pertama yang mengatakan tidak boleh, itu yang lebih tepat. Karena selain tiga tujuan tadi, tetap dilarang. Al Qadhi mengatakan, “Hadits tersebut tidak mengandung makna bolehnya memelihara anjing untuk tujuan menjaga rumah. Si pencuri bisa saja membuat trik licik dengan memberi umpan berupa makanan pada anjing tersebut, lalu setelah itu pencuri tadi mengambil barang-barang yang ada di dalam rumah”. (Al Mughni, 4/324)
Para ulama ada sebagian yang memperbolehkan memelihara anjing yang tujuannya untuk menjaga rumah. Tetapi pendapat itu lemah yang dimana telah menyelisihi hadits yang telah dijelaskan diatas.
Ada sebagian orang mengatakan jika untuk menjaga rumah kita harus menyewa satpam atau dengan memelihara hewan yang haram yaitu anjing. Dan paling sering digunakan untuk menjaga rumah adalah memelihara anjing, sebab kalau anjing tidak adanya biaya bulanan. Padahal islam telah mengajarkan kalau tempat bergantung kita hanya kepada allah ta’ ala sudah cukup untuk menjaga rumah .walaupun rumah dijaga dengan anjing atau satpam , jika allah ta’ ala mentakdirkan rumah kita kecolongan, sudah pasti akan kecolongan. Sebab anjing dan satpam bisa saja dikelabui oleh pencuri. Oleh karena itu islam mengajarkan kita sebagai umat Muslim Untuk Bertawakal itu merupakan kunci utama. Tawakal adalah bersandarnya hari pada Allah yang disertai juga dengan usaha yang maksimal
Allah ta'ala Berfirman ,
“Barangsiapa bertawakal kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath Thalaq: 2-3). Ath Thabari rahimahullah mengatakan, “Barangsiapa bertakwa pada Allah dan menyandarkan urusannya pada Allah, maka Allah yang mencukupinya.”(Tafsir Ath Thobari, 23/46)