Jika Lapar Makan atau sholat yang didahulukan ? banyak masyarakat yang mempertanyakan mana yang harus didahulukan ketika dalam kondisi lapar dan waktu sholat fardhu sudah tiba ? supaya tidak membingungkan ditemukan di dalam Kitab Hadits Bulughul Maram dan penjelasannya yaitu sebagai berikut:
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila makan malam telah dihidangkan, maka makanlah sebelum shalat Maghrib.” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 672 dan Muslim, no. 557]
Adapun faedah dari hadits diatas
1. Al-‘asya’ adalah makanan yang disantap pada petang hari. Penduduk Madinah biasa menyantap ‘asya’ sebelum Maghrib. Penduduk Madinah biasa mengolah lahan pertanian, mereka barulah selesai pada petang hari. Inilah yang jadi kebiasaan penduduk Najd, mereka makan malam sebelum Maghrib. Adapun sarapan (al-ghadaa’) dilakukan sebelum Zhuhur. Yang disantap pun ringan yaitu kurma dan susu. Kemudian beralih setelah itu, orang-orang pada menyantap makan malam ba'da Maghrib. Pada masa kini, kebiasaan ‘asya’ malah menjadi ba'da Isya, bahkan lebih malam lagi. Keadaan yang terakhir ini malah dampak negatifnya begitu besar. Hanya Allah yang memberikan pertolongan.
2. Jumhur ulama menganggap bahwa kata perintah dalam hadits untuk menyantap makanan sebelum Maghrib dihukumi sebagai anjuran (sunnah, tidak wajib). Inilah pendapat yang lebih kuat. Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah mengatakan adanya konsensus ulama (ijma ulama) akan sahnya shalat orang yang tetap menyempurnakan shalat (tanpa meninggalkan rukun shalat) dibandingkan makan. Artinya, siapa saja yang mendahulukan shalat dari makan, shalatnya sah.
3. Lafadz dalam hadits Aisyah adalah, “Jika makan malam telah diletakkan, lantas iqamah dikumandangkan, maka dahulukanlah makan malam.” (HR. Bukhari, no. 671 dan Muslim, no. 560). Lafadz hadits Aisyah ini umum. Lafaznya berlaku bukan hanya shalat Maghrib saja. Hal ini dikuatkan pula dengan lafadz hadits, “Laa sholata bi hadrati ath-tha'am, tidak ada shalat ketika makanan telah disajikan.”
4. Hadits ini menunjukkan bahwa jika makanan telah dihidangkan ketika waktu shalat Maghrib, menyantap makanan tersebut lebih didahulukan dibandingkan dengan shalat. Bagi yang sedang menyantap, hendaklah menyantapnya sampai hajatnya selesai tanpa tergesa-gesa. Hal ini dikarenakan shalat itu membangun hubungan antara kita dengan Allah. Shalat tidaklah sempurna sampai hati kita itu hadir dan selesai dari berbagai syawal aghil (pikiran yang mengganggu).
5. Mendahulukan makan dibandingkan shalat bertujuan untuk khusyuk dan menghadirkan hati dalam shalat.
6. Masalah mendahulukan makan bukanlah berarti kita meremehkan perkara shalat atau mendahulukan hak manusia. Bahkan mendahulukan makan malah termasuk mengagungkan shalat hingga hati menerimanya.
7. Hadits ini secara eksplisit (secara zhahir) menunjukkan bahwa mendahulukan makan di sini tidak dikaitkan apakah butuh makan ataukah tidak. Akan tetapi, para ulama mengatakan bahwa yang dimaksudkan dengan mendahulukan makan adalah ketika hati itu membutuhkan untuk makan dan benar-benar terkait dengannya (artinya: benar-benar lapar). Sedangkan, jika memang tidak ada hajat, seorang muslim sebaiknya tidak membiasakan untuk menjadikannya sebagai adat atau kebiasaan, yaitu menyantap makan malam terus-terusan pada waktu shalat. Karena menyengaja sama saja dengan melalaikan shalat berjamaah.
8. Hadits ini secara eksplisit menunjukkan pula bahwa mengakhirkan shalat jika makanan telah tersaji walaupun akhirnya luput dari shalat berjamaah atau luput dari shalat pada awal waktu. Namun, jika waktu shalat tersisa sedikit, sehingga kalau mendahulukan makan malah kita mengerjakan shalat di luar waktu, maka dalam kondisi ini tetap mendahulukan shalat dibandingkan makan agar shalat tetap dikerjakan pada waktunya. Inilah pendapat jumhur (mayoritas) ulama