Kisah Rasulullah bertemu anak yatim yang menangis. Syekh Utsman bin Hasan bin Ahmad as-Syakir al-Khuwairy (salah satu ulama abad ke-13) dalam kitab Durratun Nashihin (hal. 278), menjelaskan salah satu hadis riwayat Anas bin Malik yang mengisahkan sosok anak yatim yang terlihat sedang bersedih di hari raya Idul Fitri. Kemudian, karena iba, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam pun mengasuhnya.
Dikisahkan , suatu saat Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam berangkat jalan untuk melakukan Shalat ïd. Di dalam perjalanan Rasulullah melihat banyak anak anak yang lagi bermain dengan begitu bahagia. Tetapi rasulullah merasa terkejut melihat terdapat seorang anak kecil sendirian dengan menggunakan baju yang kumal sambil menangis. Karena Merasa iba , Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mulai bertanya , “ wahai anak Kecil, apa yang membuat kamu menangis.kenapa tidak bermain bersama teman-temanmu yang lain? “
Anak kecil pun menjawab, “Wahai laki-laki dihadapanku, ayahku telah meninggal saat mengikuti suatu peperangan bersama rasulullah .setelah itu ibuku menikah lagi dan memakan semua harta –hartaku. Lalu bapak tiriku mengusirku dari rumah” pada saat itu anak kecil tersebut tidak mengetahui kalau yang ada di hadapannya adalah Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam.
“Sejak itu, aku pun tidak lagi mempunyai makanan, minuman, pakaian dan rumah. Ketika telah sampai hari ini (Idul Fitri), aku melihat begitu banyak anak-anak berbahagia dengan ayah-ayah mereka. Aku pun sedih dan menangis.”
Mendengar penjelasan anak yatim tersebut, Rasulullah iba dan memiliki maksud untuk merawatnya.. “Wahai anak kecil, bersediakah jika aku menjadi bapakmu, ‘Aisyah menjadi ibumu, Ali menjadi pamanmu, Hasan dan Husein menjadi kedua saudara laki-lakimu, dan Fatimah menjadi saudara perempuanmu?” tawar Rasulullah.
Anak itu pun mulai tahu, kalau laki-laki yang berada di hadapannya itu adalah Rasulullah. “Bagaimana mungkin aku tidak senang wahai Rasulullah,” jawab sang anak dengan penuh dengan kegembiraan
Nabi lalu membawanya pulang ke rumahnya. Memberikannya pakaian yang indah, memberi makan sampai kenyang, menghiasinya dan memberinya minyak wangi yang harum. Sekarang, anak yatim itu bisa bermain dengan penuh tawa bahagia bersama teman-teman seusianya..
Melihat itu, anak-anak yang lain melihatnya penasaran, “Bukannya engkau yang dulu menangis, mengapa sekarang terlihat begitu bahagia?” tanya mereka dengan penuh rasa penasaran.
Anak yatim itu menjawab, “Memang, dulu aku kelaparan, tapi sekarang aku kenyang. Dulu pakaianku buruk, kini sudah tidak lagi. Dulu aku seorang yatim, tapi kini Rasulullah adalah ayahku, ‘Aisyah ibuku, Hasan dan Husein saudara laki-lakiku, Ali pamanku, dan Fatimah saudara perempuanku. Bagaimana mungkin aku tidak bahagia?”
Anak-anak yang mendengar pengakuan itu merasa iri. “Andai saja bapak kami syahid saat peperangan, pasti sudah seperti engkau.”
Ketika Rasulullah wafat, anak itu kembali terlunta sebagai akan yatim. Kemudian anak tersebut diasuh oleh Abu Bakar Radhiyallahu anhu
Dalam satu hadits, Nabi bersabda,
Artinya, “Aku dan orang yang mengurus (menanggung) anak yatim (kedudukannya) di dalam surga seperti ini.” Beliau mengisyaratkan dengan (kedua jarinya yaitu) telunjuk dan jari tengah serta agak merenggangkan keduanya.” (HR. Imam Al-Bukhari).
Hadits di atas menunjukkan betapa besar keutamaan yang diperoleh orang yang mau mengurus anak yatim. Sampai-sampai, saking begitu dekatnya, diibaratkan seperti dua jari (jari telunjuk dan jari tengah) yang begitu dekat.
Pengibaratan ‘seperti kedua jari yang berdampingan’ ini menunjukkan balasan mulia bagi orang yang mengurusi akan yatim, yaitu cepat masuk surga dan kedudukan tertinggi di dalamnya. Ibnu Batthal menjelaskan, bahwa berdasarkan hadits ini, orang yang mengurus anak yatim akan mendapatkan kedudukan tertinggi di akhirat, yaitu bersama Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. (lihat Fathul Bari, juz 13, hal 43)