Sudah Sedekah tapi rezeki masih macet. Mengapa?. Terkadang kita pernah berfikir dan selalu merasa heran, sudah melakukan bersedekah tetapi rezeki masih macet. Dan melihat teman kita yang rezekinya lancar kita terkadang iri.
Banyak sekali kejadian pada umat manusia yang selalu bingung memikirkan rezekinya , padahal makna rezeki itu luas, tidak semua rezeki itu di artikan dengan harta . kesehatan pada tubuh kita adalah termasuk rezeki juga, kita bisa melihat, berjalan, bisa makan enak, tidur nyenyak. Semua itu termasuk rezeki juga. Dan ketika kita dalam kondisi sakit juga adalah rezeki. Kenapa begitu?
Karena ketika kita masih merasa kita kondisi sakit , kita akan menyadari apa itu arti sebuah kesehatan. Dalam kondisi sakit, allah begitu sayang pada kita , supaya kita bisa merasakan kalau sakit itu tidak menyenangkan dan ketika kita sudah sehat atau sembuh dari penyakit kita bisa selalu menjaga kesehatan kita.
Kembali ke dalam pembahasan masalah sedekah , ada seseorang yang sudah melakukan sedekah tetapi rezekinya masih saja macet. Mengapa? Untuk menjawab pertanyaan ini ada dua kemungkinan allah masih menguji kesabaran kita dan bisa jadi amalan sedekah yang kita lakukan ada kesalahan.
Kesalahan dalam bersedekah tidak ikhlas atau riya’ dan sum’ah. Diantara yang dapat membuat sedekah tidak diterima karena dalam melakukan sedekah tidak ikhlas . ada yang melakukan sedekah tetapi hanya menginginkan supaya disebut orang yang dermawan atau juga ingin mendapatkan pujian. Padahal perlu kita ketahui kalau amalan yang diterima adalah amalan yang ikhlas semua karena allah. Sebab sedekah merupakan ibadah yang mulia. Kalau tidak dimurnikan ibadah tersebut hanya untuk allah , maka ibadah tersebut akan menjadi sia-sia.
Allah Ta’ala berfirman,
“ Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya (artinya: ikhlas) dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus” (QS. Al Bayyinah: 5).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang bahaya riya’ (gila pujian) bahwasanya amalan pelaku riya’ tidaklah dipedulikan oleh Allah. Dalam hadits qudsi disebutkan,
“Allah Tabaroka wa Ta’ala berfirman: Aku sama sekali tidak butuh pada sekutu dalam perbuatan syirik. Barangsiapa yang menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, maka Aku akan meninggalkannya (artinya: tidak menerima amalannya, pen) dan perbuatan syiriknya” (HR. Muslim no. 2985).
Imam Nawawi rahimahullah menuturkan, “Amalan seseorang yang berbuat riya’ (tidak ikhlas), itu adalah amalan batil yang tidak berpahala apa-apa, bahkan ia akan mendapatkan dosa” (Syarh Shahih Muslim, 18: 115).
Ibnul Qayyim dalam Al Fawaid mengatakan, “Tidak mungkin dalam hati seseorang menyatu antara ikhlas dan mengharap pujian serta tamak pada sanjungan manusia kecuali bagaikan air dan api.”
Ada yang menanyakan pada Yahya bin Mu’adz, “Kapan seorang hamba disebut berbuat ikhlas?” “Jika keadaannya mirip dengan anak yang menyusui. Cobalah lihat anak tersebut dia tidak lagi peduli jika ada yang memuji atau mencelanya”, jawab Yahya.
Muhammad bin Syadzan berkata, “Hati-hatilah ketamakan ingin mencari kedudukan mulia di sisi Allah, namun disisi lain masih mencari pujian dari manusia”. Maksud beliau adalah ikhlas tidaklah bisa digabungkan dengan selalu mengharap pujian manusia dalam beramal.
Ada yang berkata pada Dzun Nun Al Mishri rahimahullah, “Kapan seorang hamba bisa mengetahui dirinya itu ikhlas?” “Jika ia telah mencurahkan segala usahanya untuk melakukan ketaatan dan ia tidak gila pujian manusia”, jawab Dzun Nuun (Ta’thirul Anfas min Haditsil Ikhlas, Sayyid bin Husain Al ‘Afani, terbitan Darul ‘Afani, cetakan pertama, 1421 H, hal. 315-317.)