Ternyata begini hukumnya membakar dupa dan wewangian?

  • 10 February 2022
  • Admin

Ternyata begini hukumnya membakar dupa dan wewangian? Membakar dupa masyarakat kita pastinya berfikir kalau kita mengikuti atau menyerupai agama lain  yang disebut dengan tasyabbuh. Padahal ada hadist rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda  

Artinya : “Apabila Ibnu Umar beristijmar (membakar dupa) maka beliau beristijmar dengan uluwah yang tidak ada campurannya, dan dengan kapur yang dicampur dengan uluwah, kemudian beliau berkata; "Seperti inilah Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, beristijmar". (HR. Nasa'i No seri Hadits: 5152)

Hadits diatas disyaratkan oleh Imam nawawi sebagai berikut:

“Yang dimaksud dengan istijmar disini ialah memakai wewangian dan ber bukhur  "berdupa" dengannya. Lafadz istijmar itu diambil dari kalimat Al majmar yang bermakna al bukhur "dupa" adapun Uluwah itu menurut Al Ashmu'i dan Abu Ubaid dan seluruh pakar bahasa arab bermakna kayu dupa yang dibuat dupa. (Syarh Nawawi ala Muslim: 15/10. )

  Untuk kemenyan  di masjid nabawi atau masjidil haram , sering sekali digunakan untuk acara wisuda tahfidz, dan acara penyucian / pembersihan ka’bah yang bertujuan supaya udara menjadi harum dan  para peziarah bisa senang dengan aroma harum dari kemenyan. Sebab terdapat di dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘ alaihi wasallam, kalau para malaikat itu suka aroma yang wangi dan tidak menyukai aroma yang busuk.

Perlu diketahui juga kalau kemenyan bukan termasuk benda mistik milik agama yang diperuntukkan  upacara-upacara keagamaan tertentu. Dan di zaman sekarang ini kemenyan sudah memiliki banyak variasi,  salah satu variasi kemenyan  dari bentuk  yaitu cengkeh yang lengket buatan Uni Emirat arab, Arab Saudi dan negeri-negeri Teluk lainnya. Dan disebut Al-Bukhur, sedangkan tempatnya disebut Al-Mubakhar. Ada juga yang bentuknya seperti serbuk yang dibakar menggunakan bara, sehingga kemenyan yang berbentuk stik seperti hio/dupa yang biasanya dibakar di klenteng-klenteng. Kemenyan berbentuk stik ini sekarang sangat banyak, karena memang praktis dalam penggunaannya, hanya tinggal dibakar dan ditancapkan.

Berikut hadist mengenai penggunaan kemenyan:

“Dari Nafi’, ia berkata, “Apabila Ibnu Umar mengukup mayat (membakar kemenyan), maka beliau mengukupnya dengan kayu gaharu yang tidak dihaluskan, dan dengan kapur barus yang dicampurkan dengan kapur barus. Kemudian beliau berkata, “Beginilah cara Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam ketika mengukup jenazah (membakar kemenyan untuk mayat)”. (HR. Muslim)

hadits shahih riwayat Imam Ahmad dalam musnadnya,

“Dari Abu Sufyan, dari Jabir, ia berkata, Nabi Shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda : Apabila kalian mengukup mayyit diantara kalian, maka lakukanlah sebanyak 3 kali” (HR. Ahmad)

Shahih Ibnu Hibban juga meriwayatkan sebuah shahih (atas syarat Imam Muslim):

 

sahabat Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam berwasiat ketika telah meninggalkan dunia, supaya kain kafannya di ukup.

“Dari Asma` binti Abu Bakar bahwa dia berkata kepada keluarganya; “Berilah uap kayu gaharu (ukuplah) pakaianku jika aku meninggal. Taburkanlah hanuth (pewangi mayat) pada tubuhku. Janganlah kalian tebarkan hanuth pada kafanku, dan janganlah mengiringiku dengan membawa api.

Riwayat shahih ini terdapat dalam Al-Muwaththa’ Imam Malik, As-Sunan Al-Kubro Imam Al-Baihaqi. Bahkan, ada juga riwayat tentang meng-ukup masjid:

 ““Jauhkanlah masjid-masjid kalian dari anak-anak kecil kalian, dari pertikaian diantara kalian, pendarahan kalian dan jual beli kamu. Ukuplah masjid-masjid itu pada hari perhimpunan kamu dan jadikanlah pada pintu-pintunya itu alat-alat bersuci kalian. (HR. Imam Al-Thabrani didalam Al-Mu’jram al-Kabir. Ibnu Majah, Abdurrazaq dan Al-Baihaqi juga meriwayatkan dengan redaksi yang hampar sama)

Dengan dijabarkannya hadist –hadist rasulullah diatas, maka hukum membakar dupa dan wewangian merupakan sunnah rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Selama penggunaan dupa dan wewangian dipergunakan sesuai syariat islam.